HUKUM PERATURAN PERIKANAN
ILEGAL FISHING DAN STUDY KASUSNYA DI HALMAHERA UTARA
PEMBAHASAN
1.
Latar
belakang
Negara
Indonesia adalah negara kepulauan (Archipelagic State) yang beradapada posisi silang dunia, diantara
dua benua yaitu benua Asia-Australia dan diantaradua samudera yaitu samudera
Indonesia-Pasifik. Demikian pula dengan perbandinganwilayah laut yang lebih
luas dari pada wilayah daratannya. Wilayah darat dan lautkeseluruhannya adalah
5.193.250 km² yang terdiri dari 2.027.170 km² daratan dan3.166.080 km² perairan
Pada tanggal
16 November 1994 Konvensi Hukum Laut 1982 (United NationsConvention on the Law
of the Sea) telah berlaku efektif (enter into force). Setelahberlakunya Konvensi ini maka luas wilayah
Indonesia bertambah menjadi 8.193.163km², yang terdiri dari 2.027.087 km²
daratan dan 6.166.163 km² lautan. Luas wilayahlaut Indonesia dapat dirinci
menjadi 0,3 juta km² laut teritorial, 2,8 juta km² perairannusantara dan 2,7
km² Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Laut yang secara alami telah menjadi lingkungan kehidupan memiliki
empatmakna yang sangat strategis, yaitu : (1) Sebagai gudang sumber daya alam
dan mediauntuk mencari nafkah,(2) Sebagai pemersatu bangsa,(3) Sebagai media
pertahanandan (4) Sebagai media perhubungan. Kita ketahui bersama bahwa dua
pertiga lalulintas
perdagangan melalui laut. Dengan demikian, betapa besar manfaat laut
bagikelangsungan perekonomian dunia. Apabila laut tidak aman, maka kelancaran
perekonomian negara-negara pengguna laut akan terganggu
Kekayaan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan tersebut
dapat kita dayagunakan untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa melalui sedikitnya
11 sektorekonomi kelautan : (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budi daya, (3)
industripengelolaan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan, (5) pertambangan
danenergi, (6) pariwisata bahari, (7) hutan mangrove, (8) perhubungan laut, (9)
sumberdaya pulau-pulau kecil, (10) industri dan jasa maritim, dan (11) SDA
nonkonvensional. Secara keseluruhan, potensi nilai total ekonomi kesebelas
sektorkelautan diperkirakan mencapai USD 500 miliar (4.500 triliyun) per tahun.
Lebih jauh
lagi kegiatanillegal fishingdi perairan Indonesia menyebabkankerugian negara
rata-rata mencapai 4 sampai dengan 5 milyar (USD/tahun). Setiaptahunnya sekitar
3.180 kapal nelayan asing beroperasi secaraIllegal di perairanIndonesia, penyelundupan kayu berkisar
Rp.6,6 trilyun per tahun, belum lagipencemaran laut yang sebenarnya mencapai
jarak sepanjang 167.000 km. Isu utamayang menonjol di Asia Pasifik yaitusea
piracy, trafficking in person (humantrafficking ), terorisme di laut dan juga berhubungan dengan penyelundupan. Di kawasan Asia Tenggara
diperkirakan mencapai ribuan pucuk senjata pertahun, 80 %kegiatan penyelundupan
tersebut dilakukan melalui laut
TNI Angkatan Laut sebagai komponen utama pertahanan
negara di lautberkewajiban untuk menjaga kedaulatan negara dan integritas
wilayah NKRI,mempertahankan stabilitas keamanan di laut, melindungi sumber daya
alam di lautdari berbagai bentuk gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di
wilayahperairan yurisdiksi nasional Indonesia. Konsepsi dasar terhadap
perwujudankeamanan di laut pada hakikatnya memiliki dua dimensi yaitu penegakan
kedaulatandan penegakan keamanan yang saling berkaitan satu dengan lainnya
Dalam pasal 73 ayat (1) UU Nomor 45 tahun 2009,
disebutkan bahwa ada tigainstansi yang diberi wewenang sebagai penyidik
(Perwira TNI AL, Penyidik Kepolisian Negara, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan) yang
berkaitan denganproses perkara tindak pidana perikanan sampai dengan perkara dapat
dilimpahkan keKejaksaan. Hal ini tentunya dapat menimbulkan kerawanan adanya
perbedaanpenafsiran peraturan perundang-undangan dan perbedaan pola penegakan
hukumdiantara sesama aparat, bahkan timbul kekhawatiran akan adanya ketidak
harmonisanatau gesekan antar aparat dalam pelaksanaan operasi penegakan hukum
dilaut
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam
upaya pengamananlaut, tetapi masih dipandang belum memadai dalam menjawab
tantangan keamanan laut yang ada. Sampai pada akhirnya pemerintah merasa perlu
melakukan upaya-upaya koordinasi berbagai pihak dalam upaya pengamanan laut
Indonesia. Upayayang dilakukan oleh pemerintah di bawah pemerintahan Presiden
Soesilo BambangYudhoyono adalah dengan melakukan revitalisasi Badan Koordinasi Keamanan Lautyang sudah ada sebelumnya
untuk diatur kembali melalui instrument PeraturanPresiden
Adanya perubahan tata pemerintahan dan perkembangan
lingkungan strategissaat ini perlu penataan kembali Bakorkamla untuk
meningkatkan koordinasi antarinstitusi/instansi pemerintah di bidang keamanan
laut. Pada tahun 2003, melalui Kep.Menkopolkam, Nomor
Kep.05/Menko/Polkam/2/2003, dibentuk Kelompok KerjaPerencanaan Pembangunan Keamanan dan Penegakan Hukum di Laut. Akhirnyapada tanggal 29 Desember 2005,
ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) yang menjadi dasarhukum organisasi tersebut
Untuk menciptakan kondisi keamanan wilayah yang
kondusif, Lantamal Imelaksanakan operasi kamla terbatas dengan Alutsista KAL/Patkamla
yang tergelardijajaran, dalam rangka penegakan kedaulatan dan hukum serta
melindungi sumbersumber daya alam untuk kepentingan nasional maupun daerah
Pelaksanaan tugas pokok Lantamal
I Belawan tentu mengacu pada tugaspokok TNI Angkatan Laut yang diamanatkan
dalam pasal 9 Undang-undang RINomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia yaitu
1) Melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan;
2)
Menegakkan
hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksinasional sesuai dengan
ketentuan hukum nasional dan hukuminternasional yang telah diratifikasi;
3)
Melaksanakan
tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukungkebijakan politik luar
negeri yang ditetapkan oleh pemerintah;
4)
Melaksanakan
tugas dan pengembangan kekuatan matra laut;
5) Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut
Saat ini
penyidik TNI AL secara konsisten telah menerapkan Undang-undangNomor 45 Tahun
2009 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun2004 Tentang Perikanan
dengan melaksanakanenforcement of lawsecara cepat dantuntas serta dapat
menimbulkan efek jera bagi para pelakunya. Dalam prosespenyidikan di pangkalan
TNI AL sesuai amanat Undang-undang telah menetapkanowner, agen dan operator
kapal sebagai tersangka. Hal ini dilakukan agar parapemilik tidak lagi berlindung
dibalik badan dan mengorbankan para Nakhoda danABK kapal ikan. Penyidik TNI AL
memang harus tunduk kepada otoritas yangmengatur perijinan, meskipun selalu
ditempatkan sebagai pemadam kebakaran dandisalahkan bila ada penyelesaian kasus
yang belum tuntas. Komitmen TNI AL tetaptinggi untuk proaktif memberantas
praktek
illegal fishing
PEMBAHASAN
1.
Pengertian ilegal fishing
Pengertian Illegal Fishing merujuk kepada pengertian yang
dikeluarkan oleh International Plan of Action (IPOA) – Illegal, Unreported,
Unregulated (IUU) Fishing yang diprakarsai oleh FAO dalam konteks implementasi
Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Pengertian Illegal Fishing
dijelaskan sebagai berikut.
Illegal
Fishing, adalah :
1.
Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu negara tertentu atau kapal
asing di perairan yang bukan merupakan yuridiksinya tanpa izin dari negara yang
memiliki yuridiksi atau kegiatan penangkapan ikan tersebut bertentangan dengan
hukum dan peraturan negara itu (Activities conducted by national or foreign
vessels in waters under the jurisdiction of a state, without permission of that
state, or in contravention of its laws and regulation).
2.
Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal perikanan berbendera salah
satu negara yang tergabung sebagai anggota organisasi pengelolaan perikanan
regional, Regional Fisheries Management Organization (RFMO) tetapi
pengoperasian kapal-kapalnya bertentangan dengan tindakan-tindakan
konservasidan pengelolaan perikanan yang telah diadopsi oleh RFMO. Negara RFMO
wajib mengikuti aturan yang ditetapkan itu atau aturan lain yang berkaitan
dengan hukum internasional (Activities conducted by vessels flying the flag of
states that are parties to a relevant regional fisheries management organization
(RFMO) but operate in contravention of the conservation and management measures
adopted by the organization and by which states are bound, or relevant
provisions of the applicable international law).
Kegiatan
penangkapan ikan yang bertentangan dengan perundang-undangan suatu negara atau
ketentuan internasional, termasuk aturan-aturan yang ditetapkan negara anggota
RFMO (Activities in violation of national laws or international obligations,
including those undertaken by cooperating stares to a relevant regioanl
fisheries management organization (RFMO).
Walaupun
IPOA-IUU Fishing telah memberikan batasan terhadap pengertian IUU fishing,
dalam pengertian yang lebih sederhana dan bersifat operasional Illegal fishing
dapat diartikan sebagai kegiatan perikanan yang melanggar hukum.
2.
Ilegal Fishing Di Indonesia
Kegiatan
Illegal Fishing yang paling sering terjadi di wilayah pengelolaan perikanan
Indonesia adalah pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan asing (KIA) yang berasal
dari beberapa negara tetangga (neighboring countries). Walaupun sulit untuk
memetakan dan mengestimasi tingkat illegal fishing yang terjadi di WPP-RI,
namun dari hasil pengawasan yang dilakukan selama ini, (2005-2010) dapat
disimpulkan bahwa illegal fishing oleh KIA sebagian besar terjadi di ZEE
(Exlusive Economic Zone) dan juga cukup banyak terjadi di perairan kepulauan
(archipelagic state). Pada umumnya, Jenis alat tangkap yang digunakan oleh KIA
atau kapal eks Asing illegal di perairan Indonesia adalah alat-alat tangkap
produktif seperti purse seine dan trawl.Kegiatan illegal fishing juga dilakukan
oleh kapal ikan Indonesia (KII).
Beberapa
modus/jenis kegiatan illegal yang sering dilakukan KII, antara lain:
penangkapan ikan tanpa izin (Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin
Penangkapan Ikan (SIPI) maupun Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI)),
memiliki izin tapi melanggar ketentuan sebagaimana ditetapkan (pelanggaran
daerah penangkapan ikan, pelanggaran alat tangkap, pelanggaran ketaatan
berpangkalan), pemalsuan/manipulasi dokumen (dokumen pengadaan, registrasi, dan
perizinan kapal), transshipment di laut, tidak mengaktifkan transmitter (khusus
bagi kapal-kapal yang diwajibkan memasang transmitter), dan penangkapan ikan
yang merusak (destructive fishing) dengan menggunakan bahan kimia, bahan
biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang
membahayakan melestarikan sumberdaya ikan.
Sampai
dengan tahun 2008, kegiatan illegal fishing di perairan Indonesia, terbilang
cukup tinggi dan memprihatinkan, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar
Gambar ..
Tingkat Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan Perikanan
di WPP-RI
3.
Faktor Faktor Penyebab Ilegal
Fishing
Faktor
-faktor yang menyebabkan terjadinya Illegal fishing di perairan Indonesia tidak
terlepas dari lingkungan strategis global terutama kondisi perikanan di negara
lain yang memiliki perbatasan laut, dan sistem pengelolaan perikanan di
Indonesia itu sendiri. Secara garis besar faktor penyebab tersebut dapat
dikategorikan menjadi 7 (tujuh) faktor, sebagaimana diuraikan di bawah ini.
Pertama,
Kebutuhan ikan dunia (demand)
meningkat, disisi lain pasokan ikan dunia menurun, terjadi overdemand terutama
jenis ikan dari laut seperti Tuna. Hal ini mendorong armada perikanan dunia
berburu ikan di manapun dengan cara legal atau illegal.
Kedua,
Disparitas (perbedaan) harga ikan
segar utuh (whole fish) di negara lain dibandingkan di Indonesia cukup tinggi
sehingga membuat masih adanya surplus pendapatan.
Ketiga,
Fishing ground di negara-negara lain
sudah mulai habis, sementara di Indonesia masih menjanjikan, padahal mereka harus
mempertahankan pasokan ikan untuk konsumsi mereka dan harus mempertahankan
produksi pengolahan di negara tersebut tetap bertahan.
Keempat,
Laut Indonesia sangat luas dan
terbuka, di sisi lain kemampuan pengawasan khususnya armada pengawasan nasional
(kapal pengawas) masih sangat terbatas dibandingkan kebutuhan untuk mengawasai
daerah rawan. Luasnya wilayah laut yang menjadi yurisdiksi Indonesia dan
kenyataan masih sangat terbukanya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut
lepas (High Seas) telah menjadi magnet penarik masuknya kapal-kapal ikan asing
maupun lokal untuk melakukan illegal fishing.
Kelima,
Sistem pengelolaan perikanan dalam
bentuk sistem perizinan saat ini bersifat terbuka (open acces), pembatasannya
hanya terbatas pada alat tangkap (input restriction). Hal ini kurang cocok jika
dihadapkan pada kondisi faktual geografi Indonesia, khususnya ZEE Indonesia
yang berbatasan dengan laut lepas.
Keenam,
Masih terbatasnya sarana dan
prasarana pengawasan serta SDM pengawasan khususnya dari sisi kuantitas.
Sebagai gambaran, sampai dengan tahun 2008, baru terdapat 578 Penyidik
Perikanan (PPNS Perikanan) dan 340 ABK (Anak Buah Kapal) Kapal Pengawas
Perikanan. Jumlah tersebut, tentunya sangat belum sebanding dengan cakupan luas
wilayah laut yang harus diawasi. Hal ini, lebih diperparah dengan keterbatasan
sarana dan prasarana pengawasan.
Ketujuh,
Persepsi dan langkah kerjasama
aparat penegak hukum masih dalam penanganan perkara tindak pidana perikanan
masih belum solid, terutama dalam hal pemahaman tindakan hukum, dan komitmen
operasi kapal pengawas di ZEE.
4.
Kerugian Akibat Ilegal Fishing
Untuk
dapat mengetahui, kerugian materil yang diakibatkan oleh Illegal fishing perlu
ditetapkan angka asumsi dasar antara lain: diperkirakan jumlah kapal asing dan
eks asing yang melakukan IUU fishing sekitar 1000 kapal, ikan yang dicuri dari
kegiatan IUU fishing dan dibuang (discarded) sebesar 25% dari stok (estimasi
FAO, 2001). Dengan asumsi tersebut, jika MSY(maximum sustainable yield =
tangkapan lestari maksimum) ikan = 6,4 juta ton/th, maka yang hilang dicuri dan
dibuang sekitar 1,6 juta ton/th. Jika harga jual ikan di luar negeri rata-rata
2 USD/Kg, maka kerugian per tahun bisa mencapai Rp 30 trilyun.
Prediksi
lain sebagian kerugian ekonomi akibat illegal fishing melalui perhitungan yang
didasarkan pada data hasil penelitian dapat kita simak pada Tabel
Tabel
Kerugian Ekonomi Akibat Illegal
Fishing
Rincian
|
Pukat
Ikan
L. Arafura
|
Pukat
Ikan
Slt. Malaka
|
Pukat Udang
|
Pukat Cincin Pelagis Besar
|
Rawai
Tuna
|
Ukuran Kapal (GT)
|
202
|
240
|
138
|
134
|
178
|
Kekuatan Mesin (HP)
|
540
|
960
|
279
|
336
|
750
|
Produksi (Ton/Kpl/thn)
|
847
|
864
|
152
|
269
|
107
|
Rugi pungutan Perikanan (Rp juta/Kpl/Thn)
|
193
|
232
|
170
|
267
|
78
|
Rugi subsidi BBM (Rp.Juta/Kpl/Thn)
|
112
|
221
|
64
|
77
|
173
|
Rugi Produksi Ikan (Rp. Juta/Kpl/Thn)
|
3.559
|
1.733
|
3.160
|
1.101
|
801
|
Total Kerugian (Rp.Juta/Kpl/Thn)
|
3.864
|
2.187
|
3.395
|
1.446
|
1.052
|
Sumber: Dr. Purwanto, 2004
Dari
tabel tersebut terlihat jelas bahwa kerugian negara secara ekonomi akibat
pencurian ikan oleh kapal ikan setiap tahunnya sekitar Rp. 1,052 miliar/kapal.
Sehingga secara sederhana kerugian negara akibat illegal fishing dapat
diprediksi melalui perkalian jumlah kapal ikan yang melakukan illegal fishing dengan
jumlah kerugian tersebut
5.
Contoh Study Kasus Ilegal Fishing
Praktek Illegal fishing di Perairan Halmarena Utara
Praktek illegal fishing merupakan
permasalahan yang sangat kompleks bagi dunia perikanan tangkap Indonesia.
Berdasarkan data empiris yang diperoleh DKP menyebutkan bahwa tiap tahun,
praktek illegal fishing di wilayah perairan Indonesia tidak kurang dari
seribu kapal dengan wilayah perairan target melliputi seputar perairan
kepulauan Natuna, laut Arafura dan wilayah laut Sulawesi Utara sampai Laut
Halmahera. Pelanggaran illegal fishing banyak dilakukan oleh kapal-kapal
Vietnam, Thailand dan Philipina. Pada periode Januari–April 2009, beberapa
kasus pelanggaran maupun kejahatan perikanan yang terjadi di laut Halmahera
secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1 Jenis
Perkara dan Putusan Pengadilan terhadap Kegiatan Illegal fishing di Perairan
Halmahera hasil pengawasan KP HIU 005 Tahun 2009
No
|
Perkara
|
Putusan
pengadilan Perikanan
|
1
|
Tersangka :LESENIO P.LITERATUS
Asal
: WNA - : Philipina
Nama
Kapal : KM. PATANI -018
Tonase
Kapal : 10 GT
Jenis
Kapal : Pumpboat
Bendera
: Indonesia
Penangkap
: KP. Hiu Macan 003
Tanggal
: 13 Januari 2009
Lokasi
: Per.Laut Halmahera
Pelanggaran
: pasal 7 ayat (2) huruf
d UU No. 31 tahun
2004 tentang
Perikanan
|
Pidana
denda Rp.38.000.000 (tiga puluh delapan juta rupiah) subsider 6 bulan
kurungan, barang bukti uang hasil lelang ikan sebesar Rp. 7.353.535,43
dirampas untuk Negara, barang bukti kapal dan dokumen diserahkan kepada
pemilik melalui Nakhoda
|
2
|
Tersangka
: ZAZA KALAZI
Asal :Warga Negara Philipina
Nama
Kapal : KM. PATANI -012
Tonase
Kapal: 8 GT
Jenis
Kapal : Pumpboat
Bendera
: Indonesia
Penangkap
: KP. Hiu Macan 003
Tanggal
: 13 Januari 2009
Lokasi
: Per.Laut Halmahera
Pelanggaran : pasal 7 ayat (2) huruf d
UU No. 31 tahun 2004
tentang Perikanan
|
Pidana denda Rp.50.000.000
(lima puluh juta rupiah) subsider 6 bulan kurungan, barang bukti uang hasil
lelang ikan sebesar Rp. 1.347.135,28 dirampas untuk Negara barang bukti kapal
dan dokumen diserahkan kepada pemilik melalui Nakhoda
|
3
|
Tersangka : JHON PULU
Asal : Warga Negara
Philipina
Nama Kapal : KM. PATANI
-05
Tonase Kapal : 9 GT
Jenis Kapal : Pumpboat
Bendera : Indonesia
Penangkap : KP. Hiu Macan
005
Tanggal : 20 mei 2009
Lokasi : Perairan .Laut
Halmahera
Pelanggaran: pasal 7
ayat (2) huruf d
UU No. 31 tahun
2004
tentang Perikanan
|
Pidana denda Rp.66.000.000
(Enam puluh enam juta rupiah) subsider 6 bulan kurungan, barang bukti uang
hasil lelang ikan sebesar Rp. 1.669.232,28 dirampas untuk Negara. Barang
bukti kapal dan dokumen diserahkan kepada pemilik melalui Nakhoda
|
4
|
Tersangka : CRISTUBAL
ABIRAHI
Asal : Warga Negara
Indonesia
Nama Kapal : KMN.R.
PRIMPOL-11
Tonase Kapal : 7 GT
Jenis Kapal : Pumpboat
Bendera : Bendera
Indonesia
Penangkap : KP. Hiu 002
Tanggal : 15 juli 2009
Lokasi : perairan laut
Halmahera
Pelanggaran : pasal 26 jo Pasal 92 jo
pasal 27 jo pasal
93 ayat
(1) jo Pasal 104 ayat (2)
(2) UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan
|
Pidana kurungan 1 tahun
dan pidana denda Rp.60.000.000 (Enam puluh juta rupiah) subsider 9 bulan
kurungan, barang bukti Kapal serta uang hasil lelang ikan sebesar Rp.
6.377.184,00 dirampas untuk Negara
|
5
|
Tersangka : : JONI YANIS
Asal : Warga Negara
Indonesia,
Nama Kapal : KMN.R.
PRIMPOL- 6
Tonase Kapal : 7 GT
Jenis Kapal : Pumpboat
Bendera : Bendera
Indonesia
Penangkap : KP. Hiu 005
Tanggal : perairan laut
Halmahera
Lokasi : 6 agustus 2009
Pelanggaran: pasal 26
jo Pasal 92 jo
Pasal 27 jo pasal 93
ayat (1)
jo Pasal 104 ayat
(2) UU
No. 31 tahun 2004
tentang
Perikanan
|
Pidana kurungan 10 bulan
dan pidana denda Rp.80.000.000 (Delapan puluh juta rupiah) subsider 6 bulan
kurungan, barang bukti Kapal serta uang hasil lelang ikan sebesar Rp.
4.384.314,00 dirampas untuk Negara
|
Berdasarkan tabel diatas, dapat dipetakan mengenai karakteristik
perkara illegal fishing di perairan Halmahera yang telah diadili di
pengadilan perikanan Bitung pada periode Januari - Oktober 2009 adalah sebagai
berikut:
1)
Perkara illegal fishing di
perairan Halmahera dilakukan oleh tersangka yang berasal dari warga negara
Philipina (50%) dan Warga Negara Indonesia (50%)
2)
Jenis kapal illegal fishing seluruhnya
adalah jenis Kapal Pumpboat dengan tonase kapal berkisar antara 7-10 GT.
Kapal pumpboat Philipina ini terbuat dari kayu lapis dan menggunakan
mesin diesel berdaya tinggi, berawak kapal rata-rata sekitar 10 orang,
mempunyai daya jelajah yang sangat tinggi untuk menangkap tuna. Bahkan fakta di
lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit kapal Philipina ini dilengkapi dengan
senjata, dan ketika mereka bertemu dengan nelayan lokal, beberapa kasus mereka
mengusir nelayan lokal dengan cara menembak.
3)
Jenis pelanggaran yang dikenakan
tersangka adalah:
a.
pasal 7 ayat (2) huruf d UU No. 31
tahun 2004 tentang Perikanan (50%) yang dilakukan oleh tersangka berasal dari
warga negara Philipina. Isi Pasal tersebut berbunyi:
Pasal
7 ayat (2) huruf d: persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan
ikan
b.
pasal 26 jo Pasal 92 jo pasal 27 jo pasal 93
ayat (1) jo Pasal 104 ayat (2) UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan (50%)
yang dilakukan oleh tersangka berasal dari warga negara Indonesia. Isi pasal
tersebut berbunyi:
Pasal
26 ayat (1): Setiap orang yang melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan,
pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan dan pemasaran ikan di wilayah
pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib memiliki SIUP
Pasal
26 ayat (2): Kewajiban memiliki SIUP sebagaimana dimaksud ayat (1), tidak
berlaku bagi nelayan kecil dan/atau pembudidaya ikan kecil
Pasal
27ayat (1): Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kappa lpenangkap
ikan berbendera Indonesia yang dipergunakan untu kmelakukan penangkapan ikan di
wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dan/atau laut lepas wajib
memiliki SIPI.
Pasal
27ayat (2): Setiap orang yang memiliki dan/atau pengoperasikan kapal penangkap
ikan berbendera asing yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan di
wilayah pengelolaan perikananRepublik Indonesia wajib memiliki SIPI.
Pasal
27ayat (3): SIPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Menteri.
Pasal
27ayat (4): Kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang melakukan
penangkapan ikan di wilayah yurisdiksi negara lain harus terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan dari Pemerintah.
Pasal
93 ayat (1) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap
ikan berbendera Indonesia melakukan penangkapan ikandi wilayah pengelolaan
perikanan Republik Indonesia dan/atau di laut lepas, yang tidak memiliki SIPI
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).
Pasal
104 ayat (2) Benda dan/atau alat yang dipergunakan dalam dan/atau yang
dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuknegara.
4)
Berdasarkan pelanggaran pasal yang
dikenakan tersangka dapat disimpulkan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh
tersangka warga negara Philipina berupa pelanggaran persyaratan atau standar
prosedur operasional penangkapan ikan, sedangkan pelanggaran yang dilakukan
oleh tersangka warga negara Indonesia berupa pelanggaran tidak memiliki SIPI.
5)
Bagi jenis pelanggaran mengenai
persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan, barang bukti
kapal dan dokumen diserahkan kepada pemilik melalui Nakhoda sedangkan
pelanggaran karena tidak memiliki SIPI barang bukti Kapal serta uang hasil
lelang ikan dirampas untuk Negara
6)
Hasil keuntungan negara dari
putusan pengadilan perikanan pada perkara diatas berupa:
a.
Nilai uang denda dari jenis pidana
yang dikenakan kepada tersangka dengan variasi besaran antara 20 juta sampai 80
juta per tersangka
b.
Hasil lelang ikan dan barang bukti
kapal yang dirampas untuk negara dengan variasi nilai besaran antara 400 ribu
sampai 18 juta per kapal tergantung dari jumlah hasil tangkapan ikan dan
kondisi kapal saat disita oleh tim pengawas.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari uraian makalah dan study kasus
diatas dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya adalah sebagai berikut :
·
Ilegal Fishing merupakan Kegiatan penangkapan
ikan yang dilakukan oleh suatu negara tertentu atau kapal asing di perairan
yang bukan merupakan yuridiksinya tanpa izin dari negara yang memiliki
yuridiksi atau kegiatan penangkapan ikan tersebut bertentangan dengan hukum dan
peraturan negara itu (Activities conducted by national or foreign vessels in
waters under the jurisdiction of a state, without permission of that state, or
in contravention of its laws and regulation).
·
Salah satu faktor terjadinya
Ilegal Fishing adalah Kebutuhan
ikan dunia (demand) meningkat, disisi lain pasokan ikan dunia menurun, terjadi
overdemand terutama jenis ikan dari laut seperti Tuna. Hal ini mendorong armada
perikanan dunia berburu ikan di manapun dengan cara legal atau illegal.
· Kerugian negara secara ekonomi
akibat pencurian ikan oleh kapal ikan setiap tahunnya sekitar Rp. 1,052
miliar/kapal. Sehingga secara sederhana kerugian negara akibat illegal fishing
dapat diprediksi melalui perkalian jumlah kapal ikan yang melakukan illegal
fishing dengan jumlah kerugian tersebut
2.
Saran
Untuk
pihak pemerintah diharapkan bisa segera menangani dan mencari solusi dari
adanya praktek ilegal Fishing di beberapa perairan di Indonesia sehingga
kerugian materiil dapat dikurangi dan untuk para nelayan seharusnya sadar
dengan apa yang mereka lakukan bahwa kegiatan Ilegal fishing dapat merusak
kelestarian sumberdaya laut Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar